Beranda | Artikel
Sampaikanlah Walau Satu Ayat
2 hari lalu

Sampaikanlah Walau Satu Ayat adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 22 Jumadil Akhir 1447 H / 13 Desember 2025 M.

Kajian Tentang Sampaikanlah Walau Satu Ayat

Seseorang, betapa pun tingginya tingkat keilmuannya, tetap memiliki keterbatasan untuk menguasai setiap jengkal hukum agama. Namun, kewajiban bagi seorang pendakwah adalah memiliki ilmu yang mumpuni terkait materi yang akan disampaikannya. Jika ia ingin mendakwahkan suatu hukum tertentu, ia wajib mengilmui hukum tersebut dengan pengetahuan ilmu syar’i sebelum menyampaikannya kepada manusia.

Ilmu syar’i yang dimaksud harus selalu bersandar pada Al-Qur’an dan hadits sesuai dengan pemahaman salafush shalih. Jadi, prinsipnya bukan menguasai seluruh hukum, melainkan menguasai apa yang akan didakwahkan berdasarkan dalil yang shahih. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menjadi dalil bahwa berdakwah tidak harus menunggu sampai menguasai seluruh hukum syariat. Jika seseorang mengetahui makna satu ayat, tafsirnya, serta petunjuk hukum yang terkandung di dalamnya, maka ia berhak menyampaikannya.

Meskipun demikian, terdapat hal penting yang harus diperhatikan, yaitu tidak semua orang yang berdakwah memiliki wewenang untuk menjawab fatwa. Dunia dakwah berbeda dengan dunia fatwa. Seseorang mungkin memahami tafsir Surah Al-Fatihah karena telah mempelajarinya dan berhak menyampaikannya di sebuah majelis, namun hal itu tidak menjadikannya seorang pemberi fatwa (mufti).

Seseorang yang tidak memiliki dasar-dasar ilmu agama yang mendalam—seperti ilmu akidah, tafsir, nahwu saraf, bahasa Arab, dan ushul fikih—dilarang keras masuk ke dalam ranah fatwa. Setiap orang berhak menyampaikan kebenaran dari satu ayat atau hadits yang ia ketahui maksud dan tujuannya, tetapi bukan berarti ia boleh berfatwa seenaknya.

Pemberian fatwa harus didasarkan pada ilmu yang luas. Seorang pemberi fatwa wajib menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fikih, ushul fikih, tafsir, ushul tafsir, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu penunjang lainnya. Namun, terdapat batasan penting dalam berdakwah. Jika seorang muslim mengetahui satu ayat dan memahami maknanya melalui penjelasan para ulama dan ahli tafsir, ia diperbolehkan menyampaikannya.

Perlu ditekankan bahwa ilmu Islam sejak dahulu didapatkan dengan cara belajar langsung dari ahli ilmu dan bersimpuh di hadapan para ulama. Ilmu agama tidak boleh diambil dari sembarang sumber. Seseorang yang memahami satu ayat melalui jalan para ulama, bukan menafsirkannya sendiri, diperbolehkan untuk berdakwah. Para ulama memperingatkan bahwa barang siapa yang hanya menjadikan buku sebagai gurunya tanpa duduk di hadapan guru, ia akan melahirkan pemahaman-pemahaman yang ganjil.

Ilmu ini adalah warisan para nabi. Metode pewarisannya dilakukan dengan cara talaqqi atau belajar langsung untuk mengetahui maksud dan penunjukan suatu ayat. Kemampuan bahasa Arab saja tidak cukup untuk memahami Al-Qur’an secara mandiri tanpa bimbingan ulama. Metode ini dicontohkan oleh Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam saat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cara duduk bersimpuh dan menyatukan kedua lututnya untuk menanyakan dasar-dasar agama. Begitu pula kisah Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma yang rela menunggu di depan rumah para sahabat lain demi menimba ilmu.

Hal yang sama berlaku saat seseorang mempelajari hadits atau satu hukum syariat melalui penjelasan para ulama atau kitab-kitab karya mereka. Jika ia baru mengetahui satu hukum tersebut dan menyampaikannya kepada orang lain, hal itu diperbolehkan meskipun ia belum menguasai hukum lainnya.

Mengenai pentingnya interaksi dengan ilmu, Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafizhahullah menjelaskan bahwa problematika kebanyakan manusia saat ini adalah terputusnya hubungan mereka dengan ilmu agama. Banyak orang meluangkan waktu untuk segala hal, namun tidak memberikan waktunya sedikit pun untuk belajar ilmu syar’i. Mereka tidak meluangkan waktu untuk membaca kitab-kitab para ulama, tidak hadir di majelis ilmu, dan tidak pula mendengarkan penjelasan para ahli ilmu.

Setelah menutup pintu ilmu, orang-orang tersebut kemudian mengeluh tentang kegelisahan hati, menurunnya semangat ibadah (futur), dan hilangnya kemanisan iman seperti saat awal berhijrah. Padahal, mereka sendirilah yang menjauh dari sumber ketenangan tersebut. Oleh karena itu, menuntut ilmu agama adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Jangan pernah malas untuk menuntut ilmu karena Allah ‘Azza wa Jalla telah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa menambah pengetahuan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian lengkapnya.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55896-sampaikanlah-walau-satu-ayat/